Kebenaran dan Kesalahan adalah Pembelajaran

Manusia adalah makhluk pembelajar. Kita belajar dari proses kesalahan kita, kesalahan orang lain, dan kesalahan itu sendiri. Tidak ada yang salah dari suatu kesalahan yang pada akhirnya akan menunjukkan pada kita apa yang selama ini belum kita ketahui.

Kebenaran dan Kesalahan adalah Pembelajaran
sumber:pexels.com

Banyak hal yang tidak kita ketahui, tapi bukan berarti menjadi tabu untuk diulas sesuai dengan kemampuan akal dan pengetahuan yang dimiliki. Pasti akan terjadi kesalahan. Hal tersebut tidak bisa terhindarkan sepenuhnya. Bahkan kesalahan itu menjadi tujuan untuk membuka ruang pikiran baru dalam memaknai sesuatu.

Dari apa yang dibicarakan oleh banyak orang, hanya sekian persen orang yang bicara benar. Apakah kebenaran bicara dari sekian persen orang yang bicara benar akan selalu benar? Kebenaran itu juga hanya sekian persen dari keseluruhan apa yang pernah diucapkannya. Kesalahan, kekeliruan, dan kekurangan itu pasti akan selalu ada, disengaja atau tidak, atau disadari kemudian atau tidak. Kesalahan akan selalu mendominasi daripada kebenaran. Jika yang terlihat lebih dominan kebenaran, mungkin sebagian besar kesalahan itu tidak terlihat atau tidak diketahui sehingga yang terlihat banyak adalah kebenarannya.

Karena kesalahan pada manusia akan selalu mendominasi, lalu mengapa kita tidak fokus saja untuk mengambil bagian dari kebenarannya?  “Ambil baiknya buang buruknya”. Kehidupan kita tidak akan pernah sepi dari keburukan, kesalahan, kekurangan karena semua itu adalah bagian dari fitrah manusia. Manusia tidak dituntut untuk sempurna, tapi Allah meminta agar manusia tidak berlebih-lebihan dalam hal apapun. Manusia dituntut untuk seimbang, proporsional, dan menjadi bagian dari umat pertengahan yang adil. Adil dilahirkan dari kebijaksanaan bukan hanya sebatas pada kecerdasan. Menjadi baik itu mudah, tapi menjadi adil itu sulit. Menjadi buruk itu lebih mudah lagi karena hal tersebut selaras dengan kecenderungan (syahwat) manusia.

Semakin banyak orang bicara, salahnya semakin banyak. Semakin sedikit orang bicara, salahnya juga sedikit, mustahil bisa benar semua. Bahkan pendapat siapa pun yang awalnya diyakini benar, suatu saat bisa berubah menjadi salah apabila kondisinya berubah. Kebenaran yang mutlak hanya dari Allah. Namun, meskipun kebenarannya bersifat mutlak, apabila ajaran-Nya dipersepsikan secara keliru, akan menghasilkan kekeliruan (kesalahan) juga dalam pengaplikasiannya. Sumber masalahnya di sini adalah kita, manusia.

Manusia sekali lagi, hanya bisa berupaya untuk melakukan hal terbaik, tetapi tak sedikit manusia menjatuhkan dirinya secara sadar ke dalam lubang kesalahan karena mengikuti hawa nafsunya. Manusia juga hanya bisa berdoa kepada Tuhannya agar dirinya selalu dalam kondisi yang baik, ingin mendapatkan sesuatu yang dianggapnya baik, dan dijauhkan dari apa yang dianggapnya buruk. Semua anggapan manusia bersifat relatif karena baik buruk menurut Allah bisa tidak sama menurut manusia sehingga Allah bisa saja menjawab keinginan manusia itu dengan memberikan kebaikan yang lebih baik dari apa yang sebelumnya diminta oleh manusia. Jadi syukuri dan sabar(i) ketentuan Allah pada kita.

Bicara tentang baik dan buruk, benar dan salah, dan semisalnya adalah pembahasan yang sangat luas. Tidak mudah bagi kita memahami semuanya sekaligus dalam satu momen, melainkan melalui banyak momen –melintasi banyak peristiwa—dan itu saja masih sedikit sekali daripada hakikat kebenaran yang sesungguhnya.

Sebagai manusia pada umumnya, kita cenderung akan berpegang pada dunia realitas (fakta) di sekitar kita yang mudah untuk diketahui secara langsung atau melalui media informasi mainstream. Hal ini membuat kita menjadi pengikut arus besar peristiwa. Tidak salah jika opini informasi yang ada itu baik, menjadi masalah jika salah. Sementara kita terlanjur percaya pada informasi yang kita anggap benar. Bahkan dari informasi tersebut, kita melakukan sesuatu yang buruk, tidak haya sebatas berpikir negatif.

Era digital memungkinkan kita banyak melakukan kesalahan. Banyak informasi berita yang bersileweran setiap menit dan detiknya. Kita tidak bisa mengecek validitasnya satu per satu dan tidak semua dari informasi tersebut mudah untuk dicek kebenarannya. Jadi, tidak salah juga menerima semua informasi tersebut sebagai bagian dari kekayaan informasi yang kita simpan. Toh pada waktunya juga, kebenaran dan kesalahan dari suatu informasi akan terbuka dengan sendirinya, asalkan pikiran kita tetap dalam kondisi terbuka (open minded).

Tulisan ini bukan untuk mencari pembenaran terhadap kesalahan, atau pembenaran terhadap apa yang dianggap benar. Semua itu diserahkan pada masing-masing individu. Kita mungkin bisa saja alergi terhadap kesalahan orang lain, padahal dari kesalahan itu kita bisa banyak belajar tentang kebenaran. Kita mungkin membenci keburukan orang lain, padahal dari keburukan itu kita bisa belajar tentang arti kebaikan.

Wallahu A’lam