Anti Poligami, Saat Syariat Ditentang, tapi Zina Dibiarkan

Tak semua yang kaya (mampu dalam materi) bisa berpoligami jika ia tak adil, tak semua yang kaya dan adil mau berpoligami karena Poligami adalah pilihan. Poligami bukanlah sarana memuaskan keinginan pria melainkan harus dipandang sebagai solusi dari permasalahan sosial kaum perempuan. Agama memberi batasan hanya 4 isteri (bahkan hanya menganjurkan 1 isteri saja) membuktikan Agama peduli pada kaum perempuan sehingga tidak membuatnya menjadi korban dari keinginan "tak terbatas" pria yang ingin beristeri banyak.

Ilustrasi (Photo by Caio Resende from Pexels)

Meski Agama membolehkan Poligami bukan berarti Agama memberi kebebasan penuh melakukan Poligami tanpa syarat. Jika yang melakukannya hanya demi hasrat semata tanpa tujuan mulia dan mampu berlaku adil, celakalah ia di akherat. Sesuatu yang diperbolehkan dalam Agama bukan berarti sesuatu itu mesti dilakukan.

Poligami hanyalah pilihan, bukan hal yang harus dipilih oleh pria muslim meski mampu adil dan kaya, dan bukanlah aturan untuk mereka yang ingin monogami. Seberapa banyak pria berpoligami? Sedikit sekali. Berapa banyak pria menikah yang selingkuh atau diam-diam memiliki hubungan dengan wanita lain dan berzina ? Jumlahnya tentu lebih banyak. Besar mana kerugian yang dialami wanita yang dipoligami dengan yang diselingkuhi atau diceraikan ? Dan seberapa parahkah kemudaratan yang ditimbulkan Poligami dibandingkan dengan zina ? tentu wanita bisa menjawabnya tanpa data atau dengan data.

Jika praktik Poligami dilarang karena dianggap sumber kekerasan, diskriminasi, dan penyengsaraan terhadap kaum perempuan, seperti statemen orang-orang yang Anti-Poligami maka Poligami yang seperti itu bukanlah Poligami dalam Islam, melainkan Poligami di luar Islam.

Jika benar ingin menjunjung tinggi keadilan, harkat dan martabat wanita, maka tutuplah semua lokalisasi di seluruh Indonesia karena disanalah harga kehormatan wanita dijual dengan sangat murahnya. Buat undang-undang hukum zina sehingga wanita mendapatkan perlindungan dari negara. Stop praktik-praktik menjadikan wanita sebagai pajangan pemanis produk, pemanis di acara-acara hiburan, dan showroom, yang dikunjungi banyak pria karena hal tersebut merendahkan kaum wanita sebagai mayoritas penduduk di dunia ini.

Wanita dalam Agama sangat dijaga, dilindungi, dan dimuliakan, sebagai ibunya umat, dimana keadaan umat ini ditentukan oleh keadaan ibunya (wanita), dan keadaan wanita ditentukan oleh seberapa besar kehormatannya dapat terjaga dari lisan, pandangan, dan perbuatan orang-orang disekitarnya.

Umat yang sakit, adalah yang menumbuhbiakkan orientasi dimana wanita hanya dipandang sebagai pemanis dan pemuas, yang diburu sarinya, setelah itu dicampakkan. "Keindahan" yang seharusnya ditutup rapat sebagai kehormatan, diumbar dan dipajang dalam etalase publik. Hal seperti ini adalah kebebasan yang salah kaprah, dan hak asasi yang keliru, yang justru menimbulkan masalah lebih parah dimana wanitalah yang akan selalu menjadi korbannya.

Jika sudah terjadi masalah, maka siapa yang akan menolong? Jika bukan pada akhirnya Agamalah yang mem-backup-nya, menyelamatkannya dan memberi mereka "ruang ICU", bukan kelompok yang hari ini bicara tentang kebebasan wanita, keadilan wanita, dan menganggap Poligami adalah masalah hak asasi, sementara kelompok itu tidak membantu apa-apa, menolong apa-apa terhadap semua permasalahan negatif yang diakibatkan oleh apa yang mereka sebut sebagai "kebebasan", "kesetaraan", dan "keadilan". Jika syariat Agama ditentang, tapi zina dan praktik-praktik menjadikan perempuan sebagai komoditi kapitalisme dan hedonisme dibiarkan, maka perkataan mereka sebagai pejuang hak-hak perempuan hanyalah "omong kosong", menyebut "obat" sebagai "racun", memang benar racun untuk pembunuh virus, sebab virusnya itu adalah mereka yang memuja kebebasan tanpa batas dengan merusak "pagar" yang dibuat oleh Agama.

Semoga Allah menjauhkan kita dari pikiran-pikiran yang rusak, dan memberi kita petunjuk untuk bisa memahami syariat-Nya.

Wallahu A'lamu Bish-Shawab