Doa untuk Duka di Palu - Donggala

Sulit rasanya menuliskan tentang bencana di Sulawesi Tengah yang terjadi pada Jum’at sore, 28 September 2018 atau 18 Muharram 1440. Sulit karena yang ditulis adalah duka, yang dialami oleh saudara-saudara kita di sana. Sulit karena baru saja pada Juli, Lombok berduka, dan sekarang Palu, Donggala, dan Sigi juga turut merasakan duka yang sama . Belum kering ingatan akan duka dari tewasnya supporter sepak bola, peristiwa selamatnya seorang remaja asal Sulawesi Utara yang terapung selama 49 hari hingga ke samudera Pasifik, dan di tengah-tengah pemberitaan akan perjamuan IMF dan World Bank yang kontroversial, dan berita persiapan penyelenggaraan Asian Para Games, terselip berita gempa tsunami Palu-Donggala. Meski amat disayangkan, berita ini harus terpotong lagi dengan berita Hoax pemukulan yang merembet ke ranah politik.



Indonesia sudah banyak diterpa bencana dari tahun ke tahun. Satu per satu wilayah di Indonesia sudah memiliki cerita dukanya. Mungkin kita bertanya-tanya, apakah setelah ini kita selanjutnya? Wallahu a’lam. Peringatan-peringatan dari musibah bencana yang telah terjadi sudah seyogyanya menjadi bahan perenungan. Bagi keyakinan Muslim, musibah bencana yang dialami oleh kaum Muslimin adalah merupakan teguran dan peringatan yang disampaikan-Nya melalui sarana, salah satunya adalah mekanisme alam berupa gempa bumi, yang tanpa pernah dapat diprediksi sebelumnya memicu gelombang tsunami. Gempa pada Jum’at akhir September itu pula memicu fenomena Likuifaksi dimana sebuah kampung harus tenggelam dalam gulungan lumpur. Melihat kengerian ini, timbul tanda tanya, “Inikah yang dinamakan adzab?” Wallahu A’lam, kita tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi, bukan tugas kita untuk mencari tahu moral dan dosa saudara-saudara kita yang sedang ditimpa bencana. Tak elok pula kita menanyakan hal demikian di tengah duka yang masih dirasakan. Duka itu telah memukul para korban, terutama mereka yang kehilangan segalanya berupa keluarga, sanak saudara, anaknya, istrinya, suaminya, ibunya, ayahnya, rumahnya, harta bendanya, yang kini dan seterusnya hanya bergantung pada uluran bantuan dari orang lain. Terbayangkah jika kita menjadi seperti mereka?

Model Tsunami 28 September 2018


Untuk kita, dan semua korban yang selamat, peristiwa ini tentu mengandung pelajaran yang sangat berharga. Memperlihatkan kekuasaan Allah yang begitu besarnya, meski apa yang diperlihatkan pada kita itu belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Kiamat yang sesungguhnya. Namun, kengeriannya saat diliputi bencana benar-benar melumpuhkan hati, melemahkan jiwa, tak terpikir lagi akan harta, atau apapun juga, hanya ada satu nama yang dipanggil: Allah, karena Dia lah satu-satunya penolong di saat itu, dan doa-doa dari siapapun yang mendoakannya dalam keselamatan. Saat diri selamat, bencana usai, baru terpikir kembali akan segala hal yang terpenting bagi dirinya, seperti keluarga. Bersyukur kiranya jika seluruh keluarganya selamat, namun bila sebaliknya, rasanya sangat menyedihkan dengan kesedihan yang mungkin belum pernah dirasakan sebelumnya. Musibah tak ada yang ringan, kesedihannya bertumpuk. Maka, bantulah mereka. Tolonglah mereka. Andai mereka adalah dirimu, bisakah kau membantu dirimu sendiri tanpa bantuan orang lain dalam liputan kesedihan?

Proses Likuifaksi yang diambil dari citra satelit


Menulis duka, adalah suatu kesedihan. Saya tidak mampu melakukannya, menulis hanya dari melihat, mendengar, atau hanya menyaksikan sebagian kecil dari cuplikan video. Saya tidak bisa mengeksploitasi kesedihan dan duka menjadi sebuah tulisan sementara saya tidak hadir di tengah-tengah mereka, hanya menyaksikan dari tempat saya berada, dan kemudian sekedar menulis status “Pray for Palu-Donggala”, atau “Doa untuk Palu-Donggala” sementara hati ini tidak merasakan apa yang mereka rasakan. Tidak semua berita atau hal yang terjadi meski hal itu adalah besar sekali untuk bisa ditulis menjadi sebuah tulisan. Saya adalah manusia biasa yang juga masih menyimpan banyak kesalahan, yang saya khawatirkan saat Allah sudah muak dengan diri ini, kapan saja Allah bisa menggulungnya dalam adzab yang pedih, apa yang terjadi di Sulawesi Tengah bukan hal yang tidak mungkin tidak akan terjadi pada diri kita, pertanyaannya: apakah saya atau Anda akan selamat atau tidak saat itu terjadi? bisakah Allah memberi kita kesempatan kedua?

Saya hanya bisa menjadi penyimak, tak ulung dalam menilai dan menganalisa peristiwa, meski selalu tergoda melakukannya pada hal lain, namun untuk bencana, saya hanya bisa terdiam. Berita Palu-Donggala adalah sebuah kabar duka tentang data dan fakta yang sekiranya mampu menggerakkan tangan kita untuk merogoh saku dan juga menengadahkan kedua tangan ke atas: “Ya Allah bantulah mereka, selamatkanlah mereka, gerakkan hati hati kami untuk menolong mereka. Dan maafkanlah kami, ampuni kesalahan kami, janganlah Engkau segerakan siksa-Mu pada kami, janganlah Engkau timpakan pada kami bencana dan malapetaka di tanah kami, berilah pertolongan dan rahmat-Mu pada kami dan kesempatan untuk memperbaiki diri..”

Korban Jiwa


Tercatat hingga 6 Oktober 2018 sudah terjadi 450 kali gempa susulan di Sulawesi Tengah, dan data yang terhimpun dari BNPB pada 4 oktober, diketahui:

  • Korban meninggal dunia sebanyak 1.558 jiwa
  • Korban luka sebanyak 2.549 orang
  • Korban hilang sebanyak 113 orang
  • Korban tertimbun sebanyak 152 orang
  • Jumlah Pengungsi sebanyak 70.821 orang tersebar di 147 titik lokasi pengungsian
  • Rumah rusak sebanyak 65.733 unit 

Semoga proses pemulihan bisa segera dilakukan, dan semoga Allah senantiasa menjaga dan melindungi para korban yang selamat dari bahaya yang tidak hanya orang-orang tertentu saja yang ditimpakan bahaya itu. Allah Maha Adil, bukan penganiaya bagi hamba-hamba-Nya. Selalu ada hikmah bagi mereka yang memetik pelajaran dari apapun yang Allah berikan baik kabar gembira maupun kabar buruk. Sekali lagi, mari bantu, mari doakan, sebab bencana yang sama bisa menimpa kita kapan saja. Perkuat keimanan, dan saatnya untuk berbenah membenahi hidup kita, karena tak ada hal yang lebih dikhawatirkan kecuali menemui kematian dengan hati yang lalai, dosa yang masih bertumpuk, dan kurangnya amal.

Wallahu a'lamu bish-shawab