Bendera dan Krisis Moral

Kita sudah berada di bibir suatu fase baru dari rangkaian masa akhir zaman, mendekati gerbang suatu perubahan yang sudah dinubuatkan ribuan tahun lalu. Banyaknya bencana berupa gempa yang sudah tak terhitung jari lagi, hingga dalam kurun waktu kurang dari 2 dekade, Indonesia dilanda 2 tsunami yang meluluhlantakan daerah yang terdampak, yaitu di Aceh tahun 2004 dan Palu tahun 2018. Berbagai bencana itu seolah hanya kabar berita tanpa adanya refleksi umat, maksiat dan berbagai tindakan amoral terus saja berlanjut. Indonesia benar-benar mengalami krisis moral, dimana akhlak kian terkikis, agama pun tanpa tabu dijadikan bahan candaan, belum lagi muncul orang-orang tidak bertanggung jawab yang melakukan pelecehan, penghinaan, dan penistaan terhadap agama. 

Photo by Paul Wong on Unsplash

Terbaru, bendera Tauhid berlafadz 2 kalimat suci, 2 kalimat Syahadat dibakar oleh belasan oknum dari Banser Ansor NU di Garut hanya lantaran bendera itu diduga milik HTI, organisasi yang sudah dinyatakan terlarang. Meski alasan mereka adalah untuk memuliakan kalimat Tauhid yang tertera pada bendera tersebut, tentu adalah alasan yang tidak bisa diterima karena tampak tak ada kemuliaan dari gestur tubuh saat mereka melakukan prosesi pembakaran tersebut. Mereka seperti merampas suatu barang dari musuh lalu membakarnya sambil bernyanyi-nanyi. Sikap yang benar-benar tak patut. Jika mereka tak mau menyimpan bendera tersebut, alangkah baiknya menyerahkan pada aparat hukum, atau serahkan saja pada kiyai-kiyai mereka. Alasan bahwa bendera tersebut milik HTI adalah alasan yang salah sebab pada bendera tidak ada tulisan Hizbut Tahrir Indonesia yang menandakan bahwa bendera itu adalah properti milik HTI. Bendera berkalimat Tauhid itu, adalah bendera umat Islam, bendera Rasulullah.

Peristiwa soal bendera hanyalah satu dari sekian banyaknya persoalan umat yang mulai terpecah dan terkotak-kotak. Nampak jelas makin ke sini, berbagai pihak terutama organisasi masyarakat Islam semakin tak memiliki semangat untuk menjaga Ukhuwah Islamiyyah, lucunya alasannya demi persatuan bangsa tapi anehnya kenapa persatuan umat malah dikorbankan? NKRI sudah dijaga oleh TNI dan masyarakat nasionalis, lebih baik jika ormas Islam saling menguatkan dengan saling menyatukan pandangan atau saling memahami perbedaan di antara mereka dengan semangat “Bhineka Tunggal Ika”. Jika umat saling berseteru terhadap hal-hal yang tak perlu, tentu ini membahayakan stabilitas negara, apalagi di tahun-tahun politik menyongsong Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia sepatutnya NU mengambil perannya sebagai titik tengah untuk menstabilkan suasana kegaduhan akibat berbagai isu-isu yang melanda umat, mau duduk bersama dengan seluruh ormas. Bila ada perbedaan-perbedaan, sikapi dengan bijaksana dan tidak memaksakan kehendak, sebab persatuan umat jauh lebih penting daripada kepentingan golongan. Persatuan umat akan membawa pada persatuan bangsa, umat yang kuat akan menjadikan bangsa jauh lebih kuat. Jika umat mudah berpecah belah hal ini akan terus dijadikan sasaran oleh pihak lain dengan membuat-buat perkara agar umat selalu panas, yang mana akhirnya kepentingan umatlah yang akan dirugikan. Sudah selayaknya berbagai pihak saling menahan diri, tidak memicu persoalan yang membuat kegaduhan.

Wallahu a’lam