Pejabat Indonesia dalam Pusaran Pandora Papers. Apa itu Pandora Papers?

Publik tanah air dikejutkan dengan berita hangat terkait dirilisnya Pandora Papers. Pasalnya di dalam Pandora Papers muncul nama dua pejabat tinggi penting di Pemerintahan Pusat. Pertanyaannya mengapa harus terkejut? Apakah ada stigma negatif tentang Pandora Papers? Lalu apa itu Pandora Papers?

Apa itu Pandora Papers?

Pandora Papers adalah laporan Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional/International Consortium of Investigation Journalists (ICIJ) dengan melibatkan lebih dari 600 jurnalis dari 150 media di 117 negara (merupakan sebuah langkah investigasi jurnalistik secara kolaboratif terbesar sejauh ini dengan data skandal pajak yang sangat besar lebih dari Panama Papers) di mana laporan tersebut berisikan informasi baik individu maupun perusahaan serta pemiliknya yang memiliki perusahaan cangkang (shell company) di kawasan "surga pajak" (tax haven), yaitu Kepualauan Virgin Britania Raya, Seychelles, Hong Kong, Belize, Panama, South Dakota, dan tempat yurisdiksi lainnya.

Wikipedia: Perusahaan cangkang adalah perusahaan yang hanya ada di atas kertas dan tidak memiliki kantor ataupun karyawan, tetapi perusahaan semacam ini memiliki rekening bank atau investasi pasif atau menjadi pemilik aset tertentu (seperti kekayaan intelektual atau kapal). Perusahaan cangkang mungkin terdaftar di alamat perusahaan yang menyediakan jasa pendirian perusahaan cangkang. Perusahaan ini sering digunakan untuk mengemplang pajak dan mencuci uang.

"Surga pajak" adalah sebutan untuk wilayah atau negara yang memiliki aturan pajak yang rendah, bahkan tanpa pajak. Tentu saja hal ini dimanfaatkan oleh para elit, mulai dari pejabat, politisi, hingga selebriti kaya, atau siapa saja bahkan penjahat sekalipun seperti mafia narkoba untuk memiliki atau menyembunyikan aset berupa properti, tindakan ilegal berupa pencucian uang, atau membangun jaringan bisnis, menghindari pajak, dan hal-hal lainnya. 

Pandora Papers berisi apa saja?

Ada lebih dari 11,9 juta dokumen rahasia dengan berbagai format (dokumen, gambar, email, spreadsheet, audio, dan video) dan itu setara dengan 2,94 TB (terabyte) data. Lebih dari 6,4 juta dokumen, termasuk lebih dari 4 juta file PDF, beberapanya memiliki lebih dari 10 ribu halaman. Dokumen-dokumen itu termasuk paspor, laporan bank, deklarasi pajak, catatan pendirian perusahaan, kontrak real estat, dan kuisioner uji tuntas. Selain itu terdapat lebih dari 4,1 juta gambar dan email. Data-data ini dikumpulkan dari 14 perusahaan jasa keuangan yang bocor di 38 yurisdiksi (beberapa file berasal dari tahun 1970-an tetapi sebagan besar yang diperiksa oleh ICIJ dibuat antara tahun 1996 – 2020) kemudian dianalisis oleh ICIJ sebelum akhirnya dikirimkan ke berbagai mitra medianya.

Data Pandora Papers tidak hanya berisi informasi para pelaku, tetapi juga para penyedia jasa yang membantu mereka di kawasan surga pajak. Tidak mudah bagi ICIJ untuk menyusun laporannya karena cara penyajian dan pengorganisasian informasi di 14 penyedia jasa tersebut berbeda-beda. Beberapa dokumen diatur oleh klien, beberapa lainnya oleh berbagai kantor, dan sisanya tidak memiliki sistem yang jelas. Dokumen tersebut ada yang dalam bentuk spreadsheet, lainnya masih dalam wujud kertas yang perlu dipindai. Kendala lainnya adalah bahasa, di mana bahasa yang digunakan sangat beragam, seperti Inggris, Spanyol, Rusia, Prancis, Arab, Korea, dan bahasa lainnya, di mana hal ini membutuhkan koordinasi di antara mitra-mitra ICIJ yang kesulitan untuk memahaminya.

Bagaimana cara ICIJ mengeksplorasi dan menganalisis semua data?

Untuk mengeksplorasi dan menganalisis informasi dalam Pandora Papers, ICIJ mengidentifikasi file yang berisi informasi Beneficial Ownership oleh perusahaan dan yurisdiksi. Setiap data penyedia membutuhkan proses yang berbeda.

Untuk Informasi yang berasal dari spreadsheet, ICIJ akan menghapus duplikatnya dan menggabungkan semuanya menjadi master spreadsheet. Untuk file jenis PDF, ICIJ menggunakan bahasa pemrograman Python untuk mengotomatisasi ekstraksi dan penataan data. Untuk kasus yang lebih kompleks ICIJ menggunakan machine learning, termasuk perangkat lunak Fonduer dan Scikit-learn untuk mengindentifikasi dan memisahkan formulir tertentu dari dokumen yang lebih panjang. Untuk formulir yang ditulis tangan data akan diekstraksi secara manual.

Setelah informasi diekstraksi dan disusun, ICIJ membuat daftar yang menghubungkan pemilik manfaat dengan perusahaan yang mereka miliki di yurisdiksi tertentu. Setelah data disusun akan dibuatkan visualisasinya dan fungsi pencarian data menggunakan platform grafis, yaitu Neo4J dan Linkurious. Hal ini memudahkan jurnalis untuk mengeksplorasi hubungan antara orang dan perusahaan di seluruh penyedia jasa. Untuk mengidentifikasi subjek cerita potensial dalam data, ICIJ mencocokkan informasi dengan kumpulan data lain: daftar sanksi, catatan perusahaan publik, daftar media miliarder, dan daftar publik pemimpin politik.

Mitra ICIJ di Swedia, SVT, membuat spreadsheet yang berisi data yang diambil dari paspor yang ditemukan di Pandora Papers. ICIJ berbagi catatan dengan mitra media menggunakan Datashare, alat penelitian dan analisis aman yang dikembangkan oleh tim teknis ICIJ. Fungsi pencarian batch Datashare membantu wartawan mencocokkan beberapa tokoh masyarakat dengan data. 

150 mitra media ICIJ berbagi kiat, prospek, dan informasi menarik lainnya menggunakan I-Hub global ICIJ, platform media sosial dan pesan yang aman. Sepanjang proyek, ICIJ mengadakan sesi pelatihan ekstensif untuk mitra tentang penggunaan teknologi ICIJ untuk mengeksplorasi dan mengekstrak data.

Bagaimana hasilnya?

Semua data yang berhasil dikumpulkan dan diekstrak akan diidentifikasi seperti kebangsaan pemilik, negara tempat tinggal, dan tempat lahirnya. Semua dimasukkan ke dalam database terpusat sehingga akan mudah untuk melakukan pencarian dan analisis lanjutan dalam pembuatan laporan untuk diketahui publik. 

Semua data itu yang kita kenal dengan nama Pandora Papers telah dibagikan kepada lebih kurang 150 mitra media ICIJ (Tempo adalah salah satunya). Rilisnya pada 3 Oktober 2021 kemarin dan menggegerkan banyak pihak, termasuk publik Indonesia. Ada nama Luhut Binsar Pandjaitan dan Airlangga Hartarto dalam Pandora Papers.

Referensi:
ICIJ