Bertindak Cerdik

Cerdik, sepertinya kata ini kalah populer jika dibanding dengan kata cerdas, pintar, dan jenius. Padahal kata ini tak kalah pentingnya dari kata cerdas dan jenius. Cerdik mungkin lebih tepat disematkan pada watak seseorang yang mempengaruhi tindakannya dan cara berpikirnya. Menurut KBBI, arti cerdik adalah:  "cepat mengerti (tentang situasi dan sebagainya) dan pandai mencari pemecahannya dan sebagainya; panjang akal; banyak akalnya (tipu muslihatnya); licik; licin"



Berbeda dengan cerdik, cerdas yang menurut KBBI berarti: "sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya); tajam pikiran; sempurna pertumbuhan tubuhnya (sehat, kuat)" dan jenius berarti: "berkemampuan (berbakat) luar biasa dalam berpikir dan mencipta".

Tampak sekali bahwa cerdik lebih didasarkan pada kemampuan praktis seseorang dalam menangani suatu masalah. Bertindak cerdik tentu saja akan bisa dilakukan jika seseorang itu cerdas, dan akan lebih mudah lagi jika seseorang itu jenius.

Banyak sekali cerita yang bisa kita ambil pelajaran tentang kecerdikan, salah satunya adalah kisah dari seorang tabi'in (generasi setelah masa para sahabat) bernama Iyas bin Muawiyah bin Qurrah al-Muzzani pada saat beliau menjadi seorang hakim di Bashrah. Iyas bin Muawiyah didatangani dua orang pria. Salah satu pria berkata bahwa dia telah menitipkan uang pada pria satunya, akan tetapi pria tersebut tidak mau mengembalikannya bahkan tidak mengaku kalau ia menerima titipan uang tersebut. Si pria yang tidak mau mengaku itu berkata, "Kalau memang ia mempunyai bukti, silahkan tunjukkan. Jika tidak, berarti aku tinggal bersumpah bahwa aku tak pernah menerima titipan itu".

Iyas bin Muawiyah tampak terdiam sejenak, kemudian ia bertanya pada pria yang menitipkan uang, "Di mana kamu menitipkan uang kepadanya?"

Si pria kemudian menyebutkan suatu tempat.

Mendengar jawaban pria tersebut, Iyas bin Muawiyah kembali bertanya, "Benda apa yang paling dekat dengan tempat itu?"

"Sebuah pohon besar. Ya, waktu itu kami duduk-duduk di bawahnya dan makan-makan bersama di bawah naungannya. Ketika kami ingin pulang, aku menyerahkan uang itu kepadanya," jawab pria itu.

"Kalau begitu, pergilah ke sana. Barangkali saat tiba di sana, kamu akan teringat kembali di mana kamu menaruhnya. Setelah itu temui aku lagi", kata Iyas bin Muawiyah.

Pria itu kemudian pergi. Iyas bin Muawiyah kemudian mempersilahkan pria satunya untuk duduk, "Duduklah, sampai temanmu datang".

Pria itu pun duduk. Iyas bin Muawiyah kemudian beranjak pergi tak jauh dari pria itu duduk untuk memtuskan perkara hukum lainnya. Iyas sesekali melirik ke arah pria yang duduk itu. Saat dirasa pria itu dalam kondisi tenang, Iyas kemudian bertanya secara tiba-tiba, "Menurutmu apakah temanmu itu sudah sampai ke tempat itu atau belum?"

Tanpa berpikir panjang, pria itu menjawab, "Belum, tempat itu cukup jauh dari sini".

Iyas bin Muawiyah segera tahu dari jawaban pria itu. Iyas pun berkata, "Wahai musuh Allah, kamu telah mengingkari telah menerima uang itu padahal kamu mengetahui tempat dimana temanmu itu menyerahkan uang itu kepadamu. Demi Allah, kamu sungguh seorang pengkhianat!"

Pria itu bungkam dan akhirnya mengakui pengkhianatannya.

Kecerdikan membuat Iyas bin Muawiyah akhirnya bisa mengungkapkan dengan cepat kedustaan pria yang tidak mengaku menerima uang yang telah dititipkan padanya hanya dari ucapan pria itu sendiri. Tanpa adanya kecerdikan, kasus semacam ini rasanya sulit diselesaikan jika korban tidak mempunyai bukti cukup sementara pelakunya berdusta. Diperlukan penyelidikan yang dalam dan waktu yang tidak singkat. Kecerdikan ternyata bisa membuat suatu persoalan diselesaikan dengan cepat dan praktis.

Kisah di atas hanya satu kisah di antara banyaknya kisah kecerdikan Iyas bin Muawiyah. Di Indonesia sendiri ada satu kisah cukup menarik. Datang dari Hidayat Nur Wahid saat itu menjabat sebagai Ketua MPR RI yang pernah diminta untuk mencukur jenggotnya karena Amerika tidak suka dengan orang-orang yang berjenggot. Saat diminta demikian, Hidayat Nur Wahid hanya menjawab, "Beberapa waktu lalu saya pernah bertemu dengan Paul Wolfowitz, mantan Duta Besar Amerika untuk RI. Dia mempunyai jenggot yang lebih lebat dari saya."

Jawaban yang cukup singkat dan jelas. Tanpa perlu marah-marah dan menjelaskan panjang lebar tentang jenggot menurut Islam. Hidayat Nur Wahid hanya menunjukkan bahwa pejabat terpenting Amerika pun memiliki jenggot, jadi untuk apa ia harus mencukur jenggotnya.

Kecerdikan adalah kunci bagaimana kita bisa menjawab suatu persoalan dengan sangat efisien dan lugas tanpa boros energi untuk menyelesaikannya. Kecerdikan tentu datang dari kecerdasan berpikir, tapi kecerdasan belum tentu melahirkan kecerdikan jika pikirannya tidak kreatif. Kreatifitas berpikir adalah hal yang harus dibangun dan dikembangkan agar kita bisa bertindak cerdik.