Derita Muslim Uyghur Xinjiang Suara Penindasan yang Sayup-sayup

Rasanya sudah lama kita mendengar tentang apa yang terjadi pada etnis muslim Uighur di XUAR (Xinjiang Uygur Autonomous Region) atau Daerah Otonomi Xinjiang Uygur, salah satu daerah otonomi terbesar di China yang mengalami perlakuan diskriminatif, represif, asimilasi paksa budaya, dan indoktrinasi oleh pemerintah rezim komunis China di bawah kepemimpinan Xi Jinping. Namun, suaranya selalu timbul tenggelam sebelum akhirnya mulai mencuat kembali saat ini. Tak pernah menjadi isu besar utama seperti halnya Rohingya di Myanmar, sebab apa yang terjadi di Xinjiang terdengar samar-samar. Selama ini Pemerintah komunis China selalu berdalih bahwa apa yang mereka lakukan adalah demi keutuhan dan kesatuan negaranya dengan melakukan deradikalisasi terhadap orang-orang Uighur, kontraterorisme, dan menghilangkan separatisme. Mereka selalu membantah isu-isu yang beredar terkait dengan adanya larangan bagi muslim Uighur menjalankan keyakinan agamanya. Bahkan mereka mengatakan bahwa berita-berita miring seperti pelarangan beribadah hanyalah propaganda media-media Inggris dan Amerika. Apakah benar demikian? atau bisa jadi pemerintah komunis China sendiri yang membuat propaganda bahwa Xinjiang baik-baik saja dan hanya sebagian kecil muslim Uighur yang mengalami tindakan represif karena diduga terlibat dalam aksi terorisme dan separatisme?

Derita Muslim Uyghur Xinjiang Suara Penindasan yang Sayup-sayup
Seorang muslim Uighur di masjid Urumqi (foto: Brane Crane/Al-Jazeera.com) 

Terlepas apakah berita-berita terkait isu agama itu benar atau tidak, seperti larangan menjalankan ibadah shalat, puasa di bulan Ramadhan, larangan pada label halal (Anti-Halal), larangan berjenggot bagi pria, bercadar dan berjilbab di muka umum bagi wanita, dan larangan-larangan lain untuk muslim Uighur taat pada ajaran agama, faktanya Pemerintah komunis China demi kepentingan ekonomi selalu berupaya untuk menguasai penuh Xinjiang (tidak hanya secara administratif tapi juga penduduknya) yang didiami etnis muslim Uighur yang sebenarnya bukanlah orang China. Secara fisik, budaya dan bahasa, mereka berbeda dengan orang China, sebab mereka adalah keturunan berdarah Turkistan di Asia Tengah. Orang-orang Uighur selalu ada keinginan untuk merdeka, lepas dari China, atau bergabung dengan negara lain yang punya kesamaan dekat dengan budaya mereka, seperti Kazakhstan (berbeda halnya dengan suku muslim Hui di Xinjiang yang secara fisik hampir serupa dengan orang China) , namun oleh Beijing mereka dipaksa bergabung dalam wilayah RRC. Apa yang sebenarnya komunis China lihat dari Xinjiang yang nama lokalnya adalah Uyghuristan atau Turkestan Timur yang beribukota di Urumqi ini ? kesuburan wilayahnya, keindahan panoramanya, dan yang paling menggiurkan adalah pusat penghasil energi terbarukan terbesar di dunia. Negara mana yang tidak kepincut, dan bangsa mana yang tidak ingin mencaplok? Atau matian-matian menahan dengan segala cara agar tidak lepas dari genggaman?

Wilayah subur dan mengandung kekayaan sumber energi memang selalu menjadi wilayah ‘panas’. Papua contohnya, yang hari-hari ini mulai aktif kembali pemberitaan seputar penyerangan kelompok kriminal bersenjata alias gerakan separatis teroris OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang berafiliasi dengan negara asing sudah sejak lama ingin memerdekakan Papua dari wilayah NKRI. Rohingya, yang setahun lalu mengalami krisis kemanusiaan dan dengan latar belakang: perebutan kekayaan sumber daya alam, dengan dibumbui konflik agama. Hampir semua konflik atau krisis memiliki pemicu yang sama, jika bukan karena faktor keyakinan (sejarah, etnis, dan agama) pasti adanya faktor kepentingan (politik dan ekonomi).

Derita muslim Uighur adalah fakta yang tidak bisa ditutupi sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang sangat ditentang oleh Amnesty International dan negara-negara di dunia sejak isu ini mencuat, meski media-media komunis China berusaha menutupi dan Pemerintah komunis China mengelaknya. Kamp-kamp penahanan adalah fakta dimana didalamnya disinyalir telah terjadi penyiksaan dan pelanggaran HAM atas nama deradikalisasi dan indoktrinasi ajaran komunis, banyak yang masuk dan keluar, selebihnya meninggal dalam penyiksaan, mayatnya dikremasi, dibakar, padahal mereka adalah muslim. Asimilasi budaya dan pencampuran paksa antara orang Uighur dan suku Han (suku mayoritas China) telah menghasilkan penderitaan panjang muslim Uighur semenjak wilayahnya dianeksasi. Jumlah populasi muslim Uighur pun mengalami penurunan dibandingkan dengan jumlah populasi suku Han yang terus mengalami pertumbuhan dan sepertinya akan menjadi mayoritas di Xinjiang. Penderitaan itu semakin nyaring terdengar manakala pemerintah komunis China menemukan alasan kuat mengapa mereka harus melakukan tindakan represif terhadap orang-orang muslim Uighur. Alasan yang sama, yang bisa dibenarkan di semua negara-negara lain di dunia yang digunakan untuk menekan komunitas masyarakat tertentu, yaitu penanggulangan terorisme dan radikalisme.

Alasan terorisme sepertinya terinspirasi dari Amerika sejak serangan 11 September 2001, yang menurut rezim pemerintahan Bush saat itu didalangi oleh Al-Qaeda di Afghanistan: organisasi paramiliter yang dipimpin oleh Usamah bin Laden, yang membuat Amerika akhirnya merontokkan pemerintahan Taliban dan meluluhlantakan wilayah Afghanistan hanya untuk memburu kepala Usamah dan menghancurkan Al-Qaeda yang disebutnya sebagai organisasi teroris (padahal Usamah saat itu menolak tuduhan Washington bahwa Al-Qaeda bertanggung jawab terhadap peristiwa 9/11). Baru diketahui kemudian, seperti pernyataan terbaru yang dilontarkan oleh Dr Kevin Barrett seorang pendiri Panel Ilmiah untuk investigasi 9/11, bahkan sebelum pernyataan itu keluar aroma konspirasi memang sudah tercium sejak awal serangan itu terjadi, bahwa peristiwa 9/11 adalah sebuah peristiwa konspirasi yang dimainkan oleh Zionis Israel dan Amerika sendiri, sebuah peristiwa yang pada akhirnya sukses membuat Islam menjadi agama yang dibenci, dimusuhi oleh masyarakat dunia di belahan dunia barat dan negara-negara dimana Islam menjadi agama minoritasnya. Terjadi tindakan diskriminasi dan represi luar biasa terhadap muslim yang dicurigai secara berlebihan sebagai dampak meluasnya Islamophobia sebagai kampanye global Amerika memerangi terorisme, dan hal ini nampaknya menjadi suatu alasan Beijing melakukan hal sama sebagai pembenaran tindakan represifnya selama ini terhadap muslim Uighur yang ingin memberontak dan menolak asimilasi budaya. Muslim Uighur yang tidak kooperatif dengan Pemerintah komunis China dan menunjukkan kereligiusan dalam beragama akan dicap radikal dan mengirim mereka ke kamp-kamp penahanan untuk "menormalkan" kepada kehidupan masyarakat normal yang pemerintah komunis China inginkan: taat pada ajaran komunisme bukan pada ajaran agama. Kebebasan menjalankan keyakinan agama hanyalah sekedar lip service, propaganda kepada dunia luar, tertulis pada aturan mereka, tapi pada praktiknya kebebasan itu dikekang tak sepenuhnya diberikan. Bahkan mereka membuat aturan-aturan baru untuk mengekang kebebasan beragama tersebut.

Apa yang bisa kita lakukan untuk membantu muslim Uighur ? secara personal sebagai warga negara biasa kita tidak bisa melakukan apapun kecuali meminta kepada pemerintah kita melalui DPR atau bisa melalui aksi-aksi damai untuk menuntut Pemerintah komunis China agar menghentikan upaya-upaya diskriminasi, represif, asimilasi paksa selama ini dan membebaskan semua tahanan muslim Uighur di kamp-kamp penahanan. Apakah komunis China bersedia melakukan itu? rasanya tidak, perlu tekanan lebih kuat yang datang tidak hanya dari Pemerintah Indonesia (jika Pemerintah kita mau melakukannya) tapi juga dari dunia internasional, hal yang sama saat menekan pemerintahan Myanmar terhadap muslim Rohingya. Pertanyaannya, apakah dunia internasional bersedia menekan pemerintah komunis China sebagai negara ekonomi terbesar dunia dan jumlah investasinya tersebar di banyak negara yang salah satunya juga Indonesia ? jawabannya sulit, tidak semua negara tentunya yang bersedia, jika Beijing tetap keukeuh pada pendiriannya dan menggunakan posisi tawarnya yang tinggi pada negara-negara yang menerima uang investasi China, dan terlebih lagi negara-negara besar yang bisa menekan China pun punya "jejak dosa" yang sama yaitu tindakan-tindakan represif yang dilakukan untuk menumpas terorisme, seperti Amerika Serikat yang pernah menahan orang-orang Uighur di Guantanamo sebagai penjara terburuk untuk tahanan muslim saat Amerika memburu teroris dan melakukan invansi militer di Afghanistan dan Irak. Selama bukti-bukti kekejaman pemerintahan komunis China terhadap muslim Uighur seperti adanya upaya genosida belum didapatkan karena harus menunggu dilakukannya investigasi PBB, rasanya sulit untuk mengeluarkan muslim Uighur dari deritanya selama ini. Kita tentunya berharap bahwa Pemerintah komunis China bersedia memperlunak perlakuannya  dan mengubah pandangannya pada muslim Uighur tanpa menunggu etnis itu untuk tunduk pada keinginan Beijing, menyanyikan lagu puja-puji pada partai komunis dan meneriakkan seruan "Hidup Xi Jingping!".

Jalan terakhir yang bisa kita lakukan jika segala tekanan diplomasi selalu mentah terhadap komunis China, dan negara-negara Islam seperti Arab Saudi dan Turki tetap bergeming (atau hanya sekedar mengeluarkan kecaman formalitas) adalah melakukan tekanan ekonomi secara massive: Boikot! Berani? Jika ekonomi China kolaps, implikasinya akan membuat ekonomi dunia cedera. Cara ini adalah opsi jalan paling akhir yang akan sangat sulit sekali diambil (dan akan mudah jika kita tidak membiasakan bergantung pada produk-produk "made in Tiongkok"), maka jalan yang paling mudah selain menekan adalah memberikan alternatif lain: Win-win solution. Mungkinkah Indonesia mau mencobanya? Seperti konsep "Rahmah" yang ditawarkan kepada Zionis Israel tempo lalu? (entah sudah sejauh mana implementasinya kini atau sekedar angin lalu).

Semoga akan datang hari yang cerah untuk saudara-sausara kita muslim Uighur, hari dimana mereka bisa mengekspresikan keyakinan agamanya dengan sebebas-bebasnya, jauh dari duka dan ketakutan, dan untuk saat ini semoga muslim Uighur diberi ketabahan, kesabaran, kekuatan sampai datang pertolongan. Mereka yang wafat dalam masa-masa represif semoga Allah memberikan syahid pada mereka mengganti duka dunia mereka dengan Surga. Doakan selalu mereka dalam shalat-shalat kita, sesungguhnya mereka adalah bagian dari kita, karena umat Islam adalah satu tubuh, apabila yang lain terluka, kita pun akan merasakan sakit yang sama.

Semoga Allah segera menolong mereka.. Aamiin.


(sumber: dari berbagai sumber)